Postingan

Benang-Benang Takdir

Wonosari, jogja 8 februari 2004 Hujan menyapaku setiap saat, mulai dari malam hingga sang surya bertahta dicakrawala. Hujan juga yang menjadi kawanku, setelah sandal dan juga payung kuning dengan gambar dora the exsplorer diatasnya. Jujur sebenernya aku tidak ingin memakai payung tersebut, aku lebih memilih lari dan hujan-hujanan daripada nanti aku terlihat ke sekolah memakai payung kuning pembawa malu tersebut. Namun ya begitulah, aku yang menjadi anak ke-3 dari 3 bersaudara, dan kakak-kakakku semuannya adalah wanita, yang menjadikan aku harus menerima semua benda bekas kakakku itu. Meski begitu, aku tetap menerima, walau terkadang malu juga menggenakan benda-benda wanita. Menantang hujan berarti harus siap dengan seluruh resiko basah yang diterima, ku lihat jam tanganku, sudah menujukan jam 06.51. sial kurang 9 menit lagi, gerbang sekolahku SMA Muhammadiyah Darus Sa’adah akan ditutup. Aku bergegas mempercepat langkah, yang awalnya hanya sekedar jalan santai, sekarang aku harus be

Bersatu

Dahulu kita diperdaya oleh bangsa yang kita tak kenali asal dan ucapannya Hingga tak sadar kita terpuruk selama tiga setenggah abad lamanya Dalam kebebasan, kita terpenjara ditanah kuburan kita sendiri Ratusan Bayi   lahir dari Rahim ibu pertiwi, menelan segala keadaan tanpa gerakan Hingga bayi sendiri itupun mati, bosan menunggu kebebasan menjemput ajalnya Lalu setitik cahaya hadir menembus pekatnya awan hitam Perlahan menerangi seluruh penjuru negeri Membangunankan anak-anak pertiwi yang telah lama terkubur dalam tidur Satu anak dengan   satu gagasan kebangsaan, memicu bara dihati membakar jiwa-jiwa yang penuh kebebasan lalu muncul benih baru, anak emas pewujud mimpi anak-anak yang terbuka dalam segala pandangan anak-anak yang menerima segala perbedaan anak-anak yang hatinya hanya mendamba persatuan sebab mereka yakin bahwa merdeka tidak mampu diwujudkan oleh satu tangan terkepal    

Peninggalan

Azan subuh berkumandang. Sekali lagi hari yang menyesakan, hanya dengan bayang-bayangmu. Sebab engkaulah aku rajin untuk bangun lebih pagi, mengingatkan bahwa sesungguhnya aku masih memiliki tuhan yang setiap waktu harus aku puja. Katamu tuhan selalu memberika apa yang engkau butuhkan, miskipun tidak bisa disimbolkan dan diwujudkan secara langsung, engkau butuh terus menghibah layaknya anak kecil, itulah cara termudah agar doamu di dengar olehnya. Dan aku hanya membalas iya paham, namun entah hanya kalimat saja yang muncul. Selepas kepergianmu, aku suka mengunjunggi tempat biasa yang kita datanggi. Rel kereta, perkampungan desa, hingga tak jarang kau suka mengajakku ke panti asuhan. Awalnya aku bingung, disaat pasangan yang lain menggujungi tempat romantis dan penuh kemewahan, engaku malah mengajakku ke planet yang berbeda, planet imajinasimu sendiri. Engaku pernah bercerita, bahwa cita-citamu adalah guru, atau lebih tepatnya guru bagi anak-anak yang memang membutuhkan, volunteer u

Impian Kecil Ku

Suara sepeda lalu lalang ditaman kampung, dengan berhias tawa dari setiap anak-anak yang sibuk bergelut dengan debu dan keringat. Tampak disebelah utara, dibawah pohon jambu yang tidak pernah mengeluh untuk selalu kami ambil buahnya, ada anak-anak wanita yang sibuk bermain dengan anak wanita yang lain. Bermain masak-masakan, lengkap dengan peran pembeli serta preman-premannya. Disisi tenggah ada sebuah lapangan yang cukup luas, disana banyak anak laki-laki sedang bermain bentengan, lengkap dengan orang-orang yang kalah dalam permainan yang menyemangati kawannya untuk bersembunyi lalu menjatuhkan piramida singkong tersebut, agar yang kalah permainan terbebas dari hukuman. Begitulah kami anak-anak kampung yang kesehariannya hanya berfikir tentang belajar, dan bermain. Akan tetapi aku berbeda, semenjak sepeninggalnya ayah dari melaut, selepas sekolah aku membantu ibu berjualan es lilin mengelilinggi kampung. Dan yang lebih menyenangkannya lagi, pembeli setiaku adalah kawan-kawan bermainku

Impian

  Tentang Sebuah impian . kau hanya perlu yakin bahwa  Tuhanmu tidaklah tuli akan doamu,  tidaklah buta akan ikhtiarmu,  tidaklah miskin untuk mewujudkan impianmu Mau setinggi apa mimpimu yakinlah, tanpa pakai logika..

Abdurrahman Ibn Hasan

Suatu hari ada seorang santri yang tinggal dan mengaji di serambi masjid nabawi. Ia bernama Abdurrahaman ibn Hasan, seorang pemuda miskin dari mesir yang kesetiap harinya adalah mengaji dan mengaji. Tidak ada waktu yang santri itu habiskan tanpa mengaji. Sampai suatu ketika, ia merasa begitu lapar. Ia sadar bahwa ia tidak memiliki uang sepeserpun. Dan badannya badannya mulai tidak bisa menahan lapar lagi, karena selama tiga hari yang lalu perutnya belum ia isi. Ia meminta kepada Allah rizqi agar ia mampu bertahan hidup dan kembali melanjutkan ibadahnya. Ia mengganjal rasa lapar itu dengan sholat. Ia terus melakukan sholat sampai tidak terasa ia tertidur dalam sujud. Santri itu terbangun ketika perutnya kembai berbunyi. Ia sudah tidak kuasa lagi menahan rasa lapar dalam perutnya. Santri itu keluar dari serambi, berharap ada yang bisa ia jadikan rizqi. Ia melihat sekeliling tidak ada penjual buah atau gandum yang lewat, lalu ia berjalan lebih jauh. Tidak sengaja ia mencium bau harum

2 Tahun Menunggu = 2 Jam Bertemu

10:15 AM Suara kereta bergemuruh, Beradu dengan denting waktu yang tak kunjung meluruh Dikejauhan, Rel dan Roda kereta saling beradu,  Menandakan kamu hadir sebagai wanita yang ku tunggu Untuk sebuah pertemuan yang sementara  Untuk kembali sebagai pemantik rasa yang tak ketara.  Lalu-lalang orang berlalu Meninggalkan jejak untuk mengukir kenangan yang baru Kulihat dirimu dari balik pintu kedatangan Ku tatap dalam wajah seorang wanita, untuk memastikan tak seorangpun yang serupa,  Sebab ingatan ini menolak lupa Dan benar saja, perasaan ini bagai intuisi Ku dapati dirimu, Yang tak pernah luput dari ingatanku. Senyum pertama yang kau layangkan  Sukses menghujam denyut nadi hingga berantakan Dan setelah sekian puluh bulan berlalu Tatapan kita bisa saling kembali beradu. Kita berbincang seolah tidak mengenal tema  Apapun yang keluar dari bibirku,  Bisa menjadi hangat bila engkau yang menyambutnya Sesekali kita tertegun satu sama lain, sudah begitu lama Tapi mengapa perasaan ini masih sama?